• Sempat Mendua

    ini dia.. kelasku yang baru, tapi orang-orangnya nggak semua baru

  • paus biru

    mau tahu apa itu paus biru dan karakteristiknya? nih ada liputannya

  • This is jangkrikku

    ini dia keas yang paling keren dan kece yang gaakan terlupakan. jangkrik is the best:D

Monday, May 7, 2018

Komplikasi Leptospirosis

Leptospirosis terjadi karena masuknya bakteri Leptospira sp yang terdapat pada urin tikus ke kulit manusia lewat genangan air

Pada leptospirosis, komplikasiyang sering terjadi ialah iridosiklitis, gagal ginjal, miokarditis, meningitis aseptik, dan hepatitis. Pendarahan masif jarangditemui dan bila terjadi selalu menyebabkan kematian (Mansjoer et al, 2000).
A.     Iridiosikilitis
Menurut Kanski (1994), Uveitis anterior didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai traktus uvealis bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai bagian anterior badan siliaris (iridosiklitis). Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari luar. Secara endogen, dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dala tubuh pasien, misalnya pada infeksi tuberkulosis, Herpes simplex virus, dan sebagainya (Mansjoer et al, 2000). Pada Leptospirosis, leptospira dapat masuk ke aliran darah dan menjangkiti sel-sel jaringan tubuh, sehingga memungkinkan terjadinya iridiosikilitis.
B.     Gagal ginjal
Gagal Ginjal dibagi menjadi dua yaitu, gagal ginjal akut dan kronis
1.      Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya, tapi tidak seluruhnya, reversibel.
Gagal ginjal akut dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu:
1.      Praginjal atau sirkulasi. Terjadi akibat kuranganya perfusi ginjal dan perbaikan dapat terjadi dengan cepat setelah kelainan tersebut diperbaiki, misalnya hipovolemia atau hipotensi, penurunan curah jantung, dan peningkatan viskositas darah.
2.      Pasca ginjal atau obstruksi. Terjadi akibat obstruksi aliran urin, misalnya obstruksi pada kandung kemih, uretra , kedua ureter, dan sebagainya.
3.      Ginjal atau intrinsik atau parenkimal. Akibat penyakit pada ginjal atau pembuluhnya. Terdapat kelainan histologi dan kesembuhan tidak terjadi dengan segera pada perbaikan faktor praginjal atau obstruksi, misalnya nekrosis kortikal akut, penyakit glomerolus akut, obstruksi vaskular akut, dan nefrektomi.
2.      Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat presisten dan ireversibel.
Pada Leptospirosis.
Leptospira yang masuk ke interstinum tubulus ginjal dan lumen tubulus akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran cairan yang menyebabkan terjadinya hipovolemia. Hipovolemia dapat menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal sehingga ginjal mengalami edema, renalomegali, pendarahan subkapsular dan nekrosis tubulus renal.
C.     Miokarditis
Pada leptospirosis miokarditis diakibatkan karena leukosit dan neutrofil yang berusaha memfagosit bakteri leptospira gagal menghancurkannya. Apabila leptospira berhasil lolos dari sistem imun maka bakteri ini akan menginfeksi jaringan seperti miokardium jantung sehingga terjadi miokarditis. Leptospirosis yang dapat menyebabkan miokarditis disertai aritmia jantung berupa fibrasi atrial,flutter atrial, akikardi ventrikular, dan ventricularpremature beat adalah L. Pomona dan L.grippotyphosa.
D.     Meningitis aseptik
Leptospira yang berhasil masuk ke dalam cairan seberospinal dapat menyebabkan radang pada selaput pembungkus otak sehingga terjadi meningitis. Jika terus menginfeksi ke dalam dapat juga menyebabkan ensefalitis sehingga maifestasi klinisnya didapati rasa panas, nyeri kepala (frontal, occipital) fotofobia (Andani, 2014).
E.      Hepatitis
Leptopsira di hati dapat menyebabkan terjadinya nekrosis sentrolobuler, hipertrofi dan hiperplasia sel kupffer. Sel kupferr sendiri selain berfungsi untuk merombak sel darah merah juga berfungsi sebagai pengahncur bakteri yang masuk ke dalam hati. Sehingga terjadi pembesaran hati dan nyeri tekan disertai dengan SGOT yang meninggi, namun tidak melebihi 5x normal.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., dan Setiowulan, W. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London:
Butterworth Heinemann, 1994. 151-155
         .
Andani, L., & Gassem, M. H. (2014). EVALUASI PENGGUNAAN KRITERIA DIAGNOSIS LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA PASIEN LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro University).

Monday, April 30, 2018

Tatalaksana Hipersensitivitas

urtikaria pada penderita alergi

1.      Mengurangi paparan antigen (dan iritan)
a.       Lingkungan (renitis alergika=alergi hidung)
Melakukan penghindaran terhadapa agen-agen yang berpotensi menjadi alergen seperti debu ruangan, zat- zat yanrasal dari hewan, dan hasil pertanian. Melakukan pembersihan rumah secara rutin dapat dilakukan guna menghindari menghindari hal-hal tersebut. Pemberishan dapat dilakukan pada lantai, meja, bagian atas lemari, dan tempat-tempat terpencil dan sulit dijangkau dalam ruangan. Menutup barang-barang yang mudah terkena debu dengan kain setelah dibersihkan agar alergen tidak mudah menempel dan sulit untuk dihilangkan walaupun tetap harus dilakukan pemberihan secra rutin. Selin itu, menggunakan filter ruangan atau mengganti ruanganmenjadi rungan tertutup dengan penyejuk ruangan juga dapat menjadi opsi lain.
Apabila sudah diketahui alergen spesifik tubuh maka diperlukan menghindari sumber alergen. Hewan merupakan agen yang membawa banyak penyakit dan menjadi sumber alergen yaitu pada saliva, sekret air, urin serta bulu dan rambut yang mudah menempel pada perabotan rumah atau pakaian. Penggunaan perabotan seperti primadani dari bulu atau rambut hewan dapat juga menjadi sumber alergen sehingga pada beberapa kasus hipersensitivitas dilakukan penggantian perabotan
b.      Makanan
Menghindari beberapa makanan yang sudah diketahui merupakan alergen pada tubuh dapat dihindari dengan tidak mengkonsumsinya. Apabila alergen masih belum diketahui oleh penderita maka disarankan untuk menghindari makanan-makanan yang sering dianggap alergen oleh beberapa orang yang mengalami hipersensitivitas yaitu makanan-makanan berprotein tinggi dan makanan laut seperti udang, kerang, dan ikan.
2.      Pengobatan supresi untuk mengurangi gejala-gejala secara nonspesifik
-          Antihistamin.
Penggunaan antihistamin dilakukan dalam menghambat reseptor H1 sangat berguna bagi  pengobatan simptomatik (yaitu nonspesifik). Sifat dari antihistamin yaitu antikolinergik, antiserotonin, dan/atau penenang menjadikan obat-obatan tersebut mapu bersaing dengan histamin pada reseptor-reseptor jaringan sebagai manfaat darinya. Pemberian efektif dengan oral diberikan beberapa dosis perhari dan dapat dilkukan dalam jangka waktu lama.
Efek samping pemberian obat antihistamin ditemukan jarang dan umunya menyebabkan kantuk, letargi, membrana mukosa kering, dan kadang-kadang nausea, kejang, atau kepala terasa ringan juga disertai gangguan presepsid alam sehingga dilarang menjalankan aktivitas menggunakan mesin ketika dalam pengaruh antihistamin.
-          Amin simpatamometis
Pemberian obat ini biasanya dibarengi dengan pemberian antihistamin yang berguna untuk mengimbagi pengaruh penenang pada agen antihistamin karena terdiri atas eferidin, isoferidin, dan fenilpropanolamin bertindak sebagai dekongestan mukosadan karena sedikit banyak menyebabkan stimulasi psikomotor.
Efek samping dari obat ini yaitu dapat merusak fungsi, mata, jantung, saluran cerna, dan genitourinarus.
3.      Hiposensitisasi khusus untuk mengurangi respon terhadap alergen yang tidak dapat dihindari.
Imunoterapi (hiposensitisasi) dengan memberikan pajanan terhadap alergen spesifik terus-menerus penting untuk dilakukan dalam pengobatan. Dalam melakukan tindakan ini dapat dilakukan tindakan injeksi intrakutan terhadap ekstrak alergen dengan dosis yang terus menerus bertambah untuk jangka waktu yang lama sebgai usaha memodifikasi reaktivitas klinis. Ditemukan bahwa terdapat penghentian pembentukan Ig E spesifik namun nilai RAST tidak berkurang dan tes kulit tetap positif karena Ig E biasanya bertambah pada awal penyuntikan. Adanya IgG dan IgA dapat bersaing dengan IgE untuk melawan alergen sehingga menimbulkan reaksi penghambatan. Selain itu, basofil pasien imunoterapi dosis tinggi melepaskan histamin lebih sedikit. (Price and Wilson, 1992)
pricktest dilakukan sebelum skintest untuk mengetahui alergen

Saturday, April 28, 2018

PEDOMAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI


   
 Dasar Teori

Dalam kegiatan pembelajaran di laboratorium, semua pihak harus menyadari bahwa dalam setiap kegiatan tersebut mempunyai potensi bahaya dan menimbulkan dampak lingkungan sehingga penting sekali aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam laboratorium (Jerussalem, khayati, 2010). Penerapan keselamatan kerja di laboratorium mikrobiologi sangat penting untuk diterapkan mengingat banyaknya subyek pengamatan yang mikroskopik dan bersifat infeksius. Ketidakdisiplinan praktikan dalam mematuhi peraturan laboratorium yang ditetapkan instansi/universitas akan meningkatkan resiko kecelakaan kerja. Sehingga setiap instansi/universitas menerapkan sanksi pada pelanggar peraturan keseselamatan kerja di laboratorium mikrobiologi. Untuk pengetahuan sedini mungkin, para mahasiswa yang menjadi praktikan diwajibkan untuk mengetahui pedoman keselamatan kerja di laboratorium mikrobiologi.
Menurut Milliana (2018), Bahan-bahan berpotensi bahaya di laboratorium mikrobiologi antara lain:
a. Bahan biologis, berupa biakan kuman, spesimen klinis, dsb.
b. Bahan kimia, berupa zat warna, bahan asam, dsb.
c. Bahan fisika, berupa api, arus listrik, dan benda tajam.
Pedoman keselamatan kerja di laboratorium mikrobiologi ini diperlukan untuk mencegah adanya paparan/kontaminasi terhadap subyek pengamatan, praktikan, maupun lingkungan.

Hasil pengamatan dan Pembahasan

Terdapat berbagai potensi bahaya yang terdapat di dalam laboratorium mikrobiologi. Adapun penggolongannya dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan sifat yaitu:
a.       Bahan Biologis
Banyak subyek penelitian berupa mikroorganisme yang bersifat mikroskopis dan infeksius sehingga dapat membahayakan keselelamatan praktikan dan lingkungan seperti biakan kuman dan spesimen klinis.
b.      Bahan Fisika
Banyak terdapat  peralatan berbahan dasar kaca sehingga dibutuhkan kewaspadaan dan kehati-hatian dalam bekerja di laboratorium dan peralatan dengan suhu, tekanan, dan arus tinggi di dalam laboratorium.
c.       Bahan kimia
Banyak terdapat cairan kimia yang digunakan dalam proses praktikum yang berbahaya. Seperti zat warna dan cairan asam.
1.      Jelaskan prosedur keamanan sebelum, selama dan setelah bekerja di Laboratorium Mikrobiologi!
Berikut merupakan prosedur keamanan sebelum bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a.       Mengetahui dan memahami nama, fungsi, prinsip kerja serta cara kerja peralatan yang akan digunakan.
b.      Melakukan teknis asepsis cuci tangan 7 langkah
c.       Menyemprot tangan dengan alkohol
d.      Menggunakan alat perlindungan diri utama laboratorium berupa jas lab, safety goggle, masker, dan gloves.
e.       Mensterilkan area kerja dan peralatan yang akan dipakai dengan melakukan dekontaminasi pada meja, kursi, dan perlatan lab dengan alkohol 70% atau alat penyeteril lainnya.
Berikut merupakan prosedur keamanan selama bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a.       Tidak makan, minum, maupun merokok di dalam laboratorium
b.      Melakukan prosedur sesuai petunjuk praktikum dengan benar dan hati-hati. Seperti tata cara memindahkan cairan dengan pipet
c.       Memberikan label pada setiap kultur atau zat yang digunakan dengan nama dan tanggal pembuatannya. Dapat ditempeli stiker dan tulisan yang jelas dengan warna yang kontras agar memudahkan pembacaan sehingga tidak tertukar.
d.      Menggunakan peralatan sesuai dengan kebutuhan.
e.       Meletakkan peralatan laboratorium sesuai tempat dan fungsinya dalam praktikum.
Berikut merupakan prosedur keamanan setelah bekerja di laboratorium mikrobiologi:
a.       Membersihkan meja kerja dengan alkohol 70%
b.      Membuang sisa-sisa praktikum sesuai dengan jenis limbahnya pada tempat sampah yang disediakan .
c.       Mencuci peralatan yang sudah dipakai dengan sabun secara hati-hati untuk menghindari alat pecah.
d.      Menempatkan kembali peralatan laboratorium pada tempat semula agar memudahkan persiapan untuk praktikum selanjutnya.
e.       Membersihkan lantai dari kemungkinan terkena percikan cairan kimia saat proses praktikum berlangsung.
f.       Membuang gloves pada tempat sampah berbahaya. Kemudian mencuci tangan 7 langkah dengan sabun dan keringkan. Jika perlu gunakan alkohol 70% kembali untuk mensterilkan.
2.      Jelaskan prosedur keamanan saat bekerja dengan biakan bakteri!
Berikut merupakan prosedur keamanan saat bekerja dengan biakan bakteri:
a.       Menggunakan alat perlindungan diri utama laboratorium berupa jas lab, safety goggle, masker, dan gloves.
b.      Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah bekerja dalam laboratorium mikrobiologi.
c.       Melakukan dekontaminasi area kerja sebelum dan sesudah melakukan praktikum.
d.      Memperhatikan posisi duduk yang nyaman dan tegak serta tidak mendekatkan wajah ke meja kerja untuk menghindari infeksi.
e.       Selalu menggunakan rak untuk meletakkan tabung reaksi maupun kaca preparat yang berisi spesimen atau medium kultur untuk menghindari tabung reaksi dan kaca preparat pecah.
f.       Menggunakan sengkelit lingkaran penuh dan pembakar gas/ bunsen dengan benar dan penuh kehati-hatian untuk menghindari percikan bahan infeksius.
g.      Mengambil atau memindahkan biakan mikroorganisme dari kultur dengan benar dan hari-hati.
3.      Berikan satu contoh kasus kecelakaan di Laboratorium Mikrobiologi dan prosedur tindakan keamanan untuk mengatasinya!
Apabila terjadi kecelakaan ringan seperti pecahnya tabung reaksi yang terdapat zat atau kultur mikroorganisme di dalamnya dapat dilakukan tahapan berikut:
a.       Memberi peringatan kepada seluruh praktikan yang bekerja disekitar tumpahan zat.
b.      Mengisolasi area tumpahan agar tidak menyebar.
c.       Memindahkan pecahan yang tajam dengan menggunakan sarung tangan.
d.      Melakukan pengelapan dan dekontaminasi area
e.       Melaporkan kepada penanggung jawab praktikum atau asisten praktikum.
f.       Melakukan pengobatan ringan apabila ada yang terkena pecahan kaca.
g.      Membuat laporan tertulis mengenai insiden yang terjadi secara rinci.

Fungsi organ limfatik (Primer dan Sekunder) dan Mekanisme sistem imun


1      Fungsi organ limfatik
Organ limfatik dapat dibagi menjadi 2 menurut fungsinya, yaitu
a.       Limfatik primer atau sentral
Limfatik primer teridiri dari 2 organ, yaitu
-          Sumsum Tulang
Sumsung tulang terdapat di dalam hampir semua jenis tulang, terutama tulang pipa. Pada awal neonatus atau bayi seluruh tubuh berisi sumsung tulang merah sedangkan berdasar pertumbuhan semakin lama akan tergantikan dengan sumsum tulang kuning yang berisi banyak sel adiposa. Sumsum tulang merah merupakan tempat hematopoesis. Hematopoesis merupakan proses diferensiasi sel stem menjadi sel darah mieloid dan limfoid. Sel limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel limfosit T, limfosit B, dan NK sel. Limfosit B kemudian mengalami maturasi disini. Sedangkan, limfosit T akan menuju Thymus dan bermaturasi disana.
-          Thymus
Thymus merupakan organ yang terletak di mediastinum tubuh. Limfosit T yang menuju Thymus nantinya akan menjadi matur dan imunokometen sehingga siap menuju organ limfatik sekunder.
b.      Limfatik sekunder
Limfatik sekunder merupakan tempat pemberhentian sel B dan Sel T yang sudah mengalami maturasi di limfatik primer. Sehingga nantinya Sel T akan melakukan proliferasi dan spesifikasi pajanan. Pada kondisi terpapar patogen tertentu kemungkinan akan mengalami perbesaran. Organ limfatik sekunder terdiri atas 3, yaitu:
-          Limfonodus
Limfonodus merupakan tempat pertemuan berbagai saluran limfe dan terdapat banyak sekali di tubuh (sekitar >600) berbentuk nodular. Tempat yang banyak terdapat limfonodus adalah di sekitar leher, axila, dan selangkang. Sehingga jika terjadi infeksi dari beberapa antigen seperti virus, bakteri, jamur dll. Dapat mengakibatkan pembengkakan.
-          Limpa
Limpa merupakan organ limfatik terbesar dan terletak di cavum abdominal dexter posterior diafragma, fungsi limpa:
1.      Sebagai tempat cadangan darah
2.      Menghancurkan sel darah merah yang sudah tua.
3.      Mengatur siklus zat besi
4.      Menyimpan sel monosit sel darah putih.
-          Tonsila
Letak tonsila ada di 3 tempat yaitu tonsila lingualis (facies dorsalis radix linguae), tonsila pharingeal (dinding dorsal nasopharing), dan tonsila palatina (arcus glosopalatinus dan pharingopalatinus). Fungsi tonsila adalah sebagai pertahanan tubuh.
2     Mekanisme
Setiap pajanan akan melewati barrier-barrier tubuh seperti kulit. Setelah masuk tubuh ada yang menyebar lewat cairan seperti plasma dan ada yang menginvasi sel sehingga sel menjadi rusak atau mengalami nekrosis. Agar tubuh bertahan terhadap pajanan antigen maka pertahanan pertama dilakukan oleh sel imun perifer yaitu APC  yang teridiri dari limfosit B, makrofag, dan sel dendritik. Pembasmian antigen yang sederhana dapat dilakukan langsung tetapi untuk antigen ganas atau belum pernah dibasmi sebelumnya maka sel APC ini akan membawa sebagian anggota tubuh spesifik antigen untuk dibawa melewati saluran limfe menuju organ limfatik sekunder. Sel APC akan menyerahkan organel spesifik antigen tersebut ke limfosit T dengan MHC kelas II (sedangkan sel nonAPC menggunakan MHC kelas I) dan akan ditangkap oleh sel Th 1 atau 2 (Th 1 untuk intraseluler dan Th2 untuk ekstraseluler) dengan TCR (T cell receptor). Kemudian sel Th1 akan menyuruh sel B untuk berproliferasi dengan menggunakan beberapa sitokin seperti IL 5, dan IL 6, spesifik, dan mempunyai memori terhadap pajanan (sedangkan Th 2 mengeluarkan CD 8 untuk membuat sel infeksius nekrosis dan pecahan nekrosis membuat sel sekitar kebal serta CD 4 untuk membuat makrofag lebih ganas memakan sel infeksius).

Mekanisme humoral

Mekanisme seluler